oleh Ririn Widiyastuti
Ketika kita mendengar kata ‘Arab’, hal
pertama yang terlintas di pikiran kita ialah suatu negeri di bagian barat benua
Asia, bersebelahan dengan teluk atau semenanjung arab. Yang terhampar di
dalamnya gurun pasir yang sangat luas, cuaca yang sangat panas dan terik, dan
kehidupan yang sangat keras bagi makhluk hidup yang tinggal di sana.
Terbayang pula binatang-binatang
tangguh yang kita kenal dengan onta, binatang ini bahkan mempunyai istilah
khusus yakni ‘سفينة الصهراء" “ atau ‘kapalnya
gurun pasir. Karena binatang ini satu-satunya binatang yang sanggup bertahan
hidup lama tanpa air. Dalam kegersangan gurun pasir, terdapat bagian yang subur
yang ditumbuhi banyak pepohonan kurma. Suku-suku arab badui hidup secara
nomaden, umumnya mereka mencari tempat yang dekat dengan sumber air dan padang
rumput. Ada juga yang benar-benar tinggal di gurun pasirnya dengan tenda.
Sekilas. Gambaran arab yang didominasi
oleh gurun pasir, tak mempunyai manfaat dan sumber penghidupan. Hanya ada pasir
dan pasir, air yang sangat langka, dan cuaca yang sangat panas. Namun siapa
sangka, jauh di bawah timbunan gurun pasir ysng seolah tak bermanfaat itu, ada
kekayaan alam yang luar biasa melimpah dan sangat dibutuhkan oleh semua orang
yang hidup di bumi ini. Minyak bumi, atau sering disebut sebagai ‘emas hitam’
karena terlalu berharganya bagi manusia, tersimpan rapi dan melimpah di perut bumi
tanah arab.
Sepintas, banyak orang ’ajami atau non arab mengira bahwa
suku-suku badui arab terdiri dari orang-orang udik yang berwatak keras dan
ganas, juga memiliki cara berfikir dan cara hidup yang sederhana dan serba
minimalis. Ternyata di balik watak keras dan ganas serta dalam kesederhanaan
mereka dalam cara hidup, terdapat ‘dzauq’ atau ‘passion’ atau selera dan gairah
dalam bidang kesusastraan yang mengagumkan.
Di era di mana bangsa-bangsa lain
masih terkungkung dalam zaman batu, cara hidupnya masih dengan berburu dan
meramu, di saat tulisan masih jauh dari bayangan, masyarakat arab badui sudah
sampai pada puncak kesusastraan. Mereka berpikir dan berkarya jauh melesat
disbanding bangsa-bangsa lain yang di era millennium ini malah meninggalkan mereka
dalam kemajuan iptek.
Bahkan
setiap minggunya, mereka berkumpul untuk memamerkan dan berkompetisi untuk
menjadi sastrawan terbaik se-Arab. Biasanya kompetisi di pasar yang dikenal
nama pasar Ukaz. Dalam kompetisi ini, puisi terbaik akan digantungkan pada
dinding Ka’bah dan ditulis dengan tinta emas. Kumpulan puisi-puisi ini di
istilah “Al-Mu’allaqoot” yang artinya ‘yang digantungkan’. Hal ini merupakan
kebanggaan yang luar biasa bagi penyair yang puisinya digantungkan pada Ka’bah.
Hamparan gurun pasir yang luas ini,
adalah tameng bagi masyarakat dari ancaman penjajahan. Di abad pertengahan,
pasca Eropa mengalami masa pencerahan atau renaissance, Negara-negara tropis
menjadi sasaran utama jajahan bangsa Eropa. Negara-negara tropis memiliki hasil
bumi yang dibutuhkan bangsa Eropa dan Amerika. Penjajahan ini berlangsung
selama berabad-abad lamanya.
Bangsa penjajah sama sekali tidak
melirik tanah arab. Terlebih ketika ketika kandungan hasil bumi di tanah Arab
belum ditemukan. Mereka sudah pesimis melihat kondisi alam dan cuaca yang
sangat tidak bersahabat. Hal ini menciutkan nyali mereka untuk masuk,
berekspedisi dan mengeksplorasi tanah arab.
Hingga ketika kandungan hasil bumi
yang begitu melimpah ditemukan, mulailah ego-ego para bangsa penjajah untuk menguasasi
bangsa-bangsa yang mendiami gurun pasir ini. Mulai dari negara-negara arab yang
kondisi cuaca dan alamnya tidak terlalu ganas. Sedangkan negara-negara arab
yang kondisi alamnya ganas seperti Arab Saudi masih belum tersentuh.
Bangsa Amerika dan Eropa mulai bias
menyentuh Arab Saudi dan beberapa Negara arab lainnya melalui jalur
diplomatikdan jalinan hubungan bilateral yang jelas. Hubungan bilateral ini
terjalin begitu intens dan semakin sering tukar menukar barang dan jasa maupun
duta bahkan budaya. Dalam teori kebudayaan, hubungan atau proses ini di
istilahkan sebagai Asimilasi.
Asimilasi ini menjadi ajang persaingan
ego-ego antara dua negara yang terlibat. Ditambah pula dengan arus globalisasi
yang sangat deras di era millennium ini memberi pengaruh yang besar terhadap
perubahan budaya dan gaya hidup masyarakat arab. Budaya barat ternyata lebih
mempengaruhi masyarakat arab disbanding budaya arab yang mempengaruhi
masyarakat barat. Peristiwa ini di kenal dengan istilah ‘Westernisasi’.
Westernisasi ini sebenarnya tidak
hanya menyerang tanah arab, hamper seluruh pelosok atau bagian dunia lain pun
terserang virus westernisasi. Baik negara-negara di bagian utara, selatan
bahkan timur jauh. Terlebih ketika perkembangan Informasi dan Teknologi atau IT
melesat dengan pesat, arus globalisasi semakin tak terbendung.
Khususnya di negara arab, asimilasi
budaya ini hamper tidak jauh berbeda dengan negara-negara di belahan bumi lain.
Kehidupan dan gaya hidup serta tata cara pergaulan, secara perlahan namun pasti
berubah atau minimal mendekati kehidupan, gaya hidup dan tata cara pergaulan
ala barat.
Mekkah dan Madinah, mungkin hanya
kedua kota suci ini yang terbebas dari westernisasi. Adapun kota-kota lain
seperti Riyadh, Jeddah dan kota-kota besar di seluruh semenanjung arab tak
ubahnya seperti Los Angeles dan Las Vegas di Amerika.
Bentuk pemerintahan negara-negara arab
yang ada pada awalnya konstitusi kerajaan, kini berubah menjadi bentuk
presidential yang banyak diterapkan di negara-negara barat. Pun demikian dengan
aturan pemerintahandan hokum pidana perdata,
mengadopsi aturan-aturan barat yang jauh berbeda dengan hukum adat
negara-negara arab di masa lalu, apalagi dari hokum dan aturan islam yang
menjadi agama resmi dan mayoritas negara-negara arab.
Arab Saudi dan Yordania adalah dua
contoh negara arab yang masih mempertahankan bentuk pemerintahan konstitusi
kerajaan di mana raja adalah pemimpin dan pengatur pemerintahan sekaligus.
Perpindahan tahta terjaga di lingkungan internal keluarga sang raja itu sendiri.
Pola paternalisasi atau jalur ayah atau laki-laki ini sudah diterapkan dihampir
semua kerajaan sejak zaman dahulu.
Adapun bentuk dan aturan pemerintahan
dan hokum positif atau hokum yang berlaku di negara-negara arab yang konon
adalah bangsa yang hanya dipenuhi hamparan padang pasir, kini banyak berdiri
bangunan-bangunan megah nan modern, serta gedung-gedung pencakar langit. Kini,
negara-negara arab khususnya Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kwait dan yang lain
adalah negara-negara arab yang maju dan modern. Bukan lagi masyarakat udik
gurun pasir.
Ma’raji
:
1. Philip
K Hitti, History of the Arabs.
2. Kitab
“ القراءة”, سلسلة التعليم
اللغة العربية
3. Kitab
الأدب , سلسلة التعليم
اللغة العربية
4. Pengantar Kesusastraan Arab
artikel-Artikel
0 comments:
Post a Comment