Isu-isu
pada Sintaksis Arab : Sebuah Essay Sintaksis Argumentasi
Abstrak
:
Tujuan utama dari review jurnal The Syntax of Arabic ini adalah
untuk memaparkan tentang fakta-fakta sintaksis pada bahasa Arab dialektis.
Pengarang memberikan argumentasi yang bersifat evaluatif dan diskusi terhadap
fakta-fakta yang di dapat dalam jurnal tersebut ketika dibutuhkan bahkan
menawarkan alternative lain. Lebih khususnya essay ini berbicara tentang
sejumlah fenomena sintaksis banyak variasinya, misalnya struktur klausa, alternatif
perpindahan kata, kalimat yang diawali kata kerja dan kata benda,
ketidaksesuaian, pola kalimat negasi, format kalimat Tanya (WH-Question) dan
dampaknya pada linguistic secara umum terhadap semua bahasa. Dari Essay ini
dapat diharapkan untuk menyajikan kembali contoh-contoh tentang
argumentasi sintaksis dan untuk mendebat yang ditimbulkan oleh The
Syntax of Arabic dan bisa menjadi kontribusi bahan kajian untuk penelitian
yang sedang berlangsung pada pembahasan Sintaksis Arab, yang bisa
menghasilkan nilai empiris dan teoritis tidak hanya pada peminat ahli
linguistik Arab tapi juga untuk ahli typology (ahli mengklisifikasi bahasa) dan
ahli sintaksis secara keseluruhan.
1.
Pendahuluan.
Salah satu tujuan utama analisis linguistic pada pertengahan abad
terakhir ini adalah untuk mengkarakterisasi (mencari pola, kaidah, ciri-ciri
setiap bahasa) pada bahasa manusia yang mungkin. Ini adalah refleksi dari
penelitian yang panjang bahwa variasi linguistic ini tidak terbatas. Terkadang linguistik
dibatasi oleh prinsip umum (misal pada bahasa Arab, semua jamak itu muannats)
yang dimiliki oleh semua bahasa manusia. Sebuah prinsip ini menghasilkan rumus
yang bisa kita gunakan untuk memprediksi tipe bahasa manusia.
Contoh :
-
D1 :
Me + tulis = Menulis
(huruf t pada kata tulis berubah menjadi n).
Me+ tata = Menata (huruf t pada kata tulis berubah
menjadi n).
Di rumuskan jika huruf t (lamino alviola) diberi afiksasi
berup prefix Me maka huruf lamino alviola berubah menjadi n.
-
D2 :
Apakah huruf lamino alviola atau apiko alviola bila diberi prefix Me akan
berubah menjadi huruf n?
-
D3 :
Huruf
lamino alviola lain selain t adalah d. contoh pada kata ‘duduk’
Me +
duduk : menduduki
Me +
datang : mendatangi
Me +
dalam : mendalami
-
D4
(Kesimpulan) :
“ Apabila huruf
lamino alviola diberi prefix Me maka ia akan berubah menjadi n atau +n.
Dan tipe bahasa ini berlawanan dengan tipe bahasa yang tidak
mungkin. Misal dari contoh tersebut disimpulkan bahwa huruf lamino alviola jika
diberi prefix Me maka huruf konsonan tersebut berubah menjadi n atau tidak
berubah tapi ditambah n. Yang dimaksud dengan yang tidak mungkin di sini adalah
bahwa huruf lamino alviola jika diberi prefix Me tidak mungkin berubah menjadi
Ny atau Ng.
Penelitian dalam buku ini juga terdapat perbandingan 2 macam
pendekatan dalam kajian linguistic yaitu :
Ø Macro-Comparative (membandingkan suatu bahasa dengan bahasa rumpun
yang lain)
Ø Micro-Comparative (membandingkan suatu bahasa dengan bahasa yang
masih satu rumpun.)
Dua pendekatan kajian makro dan mikro ini menunjukkan bahwa
masing-masing bahasa baik bahasa antar rumpun maupun bahasa yang serumpun itu
memiliki perbedaan namun juga memiliki persamaan yang universal. Contoh
persamaan yang universal adalah masing-masing bahasa dalam 1 kalimat ada S dan
V nya. Letak perbedaannya adalah apakah letak S itu di depan atau di belakang, apakah S mendahului atau di dahului
oleh V , masing-masing bahasa mempunyai kaidah sendiri-sendiri.
Secara tradisional kajian bahasa Arab hanya focus pada varietas
tinggi (bahasa Fushah). Hampir semua kitab-kitab nahwu atau bahasa Arab hanya
mengkaji bahasa Arab Fushah. Nyaris tidak ada yang memperhatikan pada varietas
rendah (bahasa dialektis atau ammiyah) seperti yang terjadi pada masyarakat
diglossic (yang menggunakan bahasa tingkat tinggi dan rendah, misalnya pada
masyarakat jawa yang menggunakan bahasa jawa kromo atau halus dan bahasa jawa
ngoko atau biasa). Namun belakangan ini ada sekelompok peminat bahasa Arab yang
mengkaji bahasa Arab dialektis. Jurnal ini menyajikan contoh ketertarikan para
linguist modern pada bahasa Arab Dialektis dan bahasa Arab Standar atau Fushah.
Diharapkan kajian ini bisa berkembang di tahun-tahun yang akan datang dan
mengdatangkan lebih banyak data bahasa Arab Dialektis agar bisa dikaji secara
linguistik.
Buku yang disusun oleh Joseph E. Aoun, Elabbas Bennamount, dan Lina
Choueiri ini adalah seri terakhir dari Cambridge Syntax Guides ini juga
bertujuan untuk memberi pandangan bahwa struktur utama pada bahasa Arab
dialektis bisa memberikan nilai yang mungkin bisa menarik untuk dikaji sebagai salah satu fenomena
linguistic secara umum. Penulis mempersembahkan buku ini kepada para lulusan
dan para ahli sintaksis, para typologits yang tertarik pada kajian Sintaksis
Arab. Buku ini juga menyajikan banyak bahan-bahan kajian sintaksis dengan tema
kekinian untuk bisa dikaji lebih lanjut.
Sejauh ini, buku ini berkonsentrasi pada sintaksis kalimat, di mana
bahasa Arab dialektis menyajikan banyak poin untuk dikaji seperti struktur
klausa, perpindahan kata, penyesuaian, null subject, kalimat negasi,
WH-Question, resumption, Klausa relatif, klitik kiri dislokasi (misal Buku +
Saya = Bukuku), konstruksi, dan struktur periphery kiri.
Salah satu karakteristik seberapa sukses sebuah kajian setelah
dipublikasikan adalah seberapa kuat kajian itu mengundang banyak debat dan
evaluasi terhadap topic yang didiskusikan dan bagaimana kajian tersebut bisa
memicu kajian lebih lanjut di masa mendatang. Tidak terkecuali penelitian ini.
Pada review ini terdapat beberapa topic sintaksis Arab yang dijadikan bahasan
utama pada buku ini dan saya (penulis review) juga mendatangkan contoh-contoh
data (sebagian besar dari bahasa Arab dialek Mesir) agar bisa disertakan
sebagai bahan kajian penulis buku The Syntax of Arabic, sekaligus memberikan
alternative yang potensial jika dibutuhkan. Oleh karena itu ke depannya
diharapkan bisa mendatangkan banyak debat untuk memperkaya tema analisis
sintaksis Arab.
Pada review ini terbagi menjadi beberapa sesi. Bagian kedua tentang
isu pada struktur klausa, alternasi perpindahan kata dan kalimat
persetujuan.Bagian ketiga tentang pola kalimat negasi pada bahasa Arab
dialektis. Bagian keempat tentang kalimat introgatif (wh-question) dan bagian
kelima adalah kesimpulan singkat. Pada paper ini penulis hanya akan membahas
bagian kedua saja yaitu isu-isu pada struktur klausa, alternasi perpindahan
kata dan kalimat persetujuan.
2.
Struktur Klausa dan Perpindahan Kata pada Bahasa Arab Dialektis.
Sebagai kajian analisis ini, struktur klausa dan perpindahan kata
menjadi topic dalam kajian Sintaksis Arab. Ada tiga pertanyaan utama :
1.
Apa
katagori sintaksis pada hirarki bahasa Arab? Apakah bahasa Arab adalah bahasa
yang berkala, jika ia, bagaimana hal itu diekspresikan?
Bahasa yang berkala adalah bahasa yang mengungkapkan waktu
kebahasaannya secara gramatikal bukan secara leksikal. Contoh bahasa yang
berkala : bahasa inggris( write, wrote, written).
2.
Apakah
relasi yang dominan antara berbagai katagori pada hirarki bahasa Arab? Di
manakah penegasian dalam hirarki klausa?
3.
Bagaimana
klausa ini diisi oleh urutan-urutan kata
dalam bahasa Arab Dialektis? (apakah Verb lalu Subject atau Subject dulu
baru Verb?).
Pada bagian ini, penulis jurnal (Osamah Sultan) menyajikan dan
mendiskusikan analisis dari ABC (para penulis buku The Syntax of Arabic).
Ada perdebatan tentang bagaimana kala dimunculkan pada bahasa Arab
Dialektis. ABC berpendapat bahwa kala pada bahasa Arab adalah morfem yang
abstrak (tidak nampak secara gramatikal), dilambangkan oleh ‘T’.
Morfem yang tidak abstrak adalah morfem yang terdiri dari 1 atau
lebih morfem (berupa afiksasi) yang mengandung atau bisa menyatakan kala dari
morfem itu. Contoh dalam bahasa inggris :
Play : 1 morfem, tidak memiliki kala (morfem bebas).
Played : 2 morfem (play + ed), morfem ‘ed’ sebagai suffix dari play
menandakan kala lampau. (morfem terikat).
Sedangkan dalam bahasa Arab kata “katab-uu” dan “ya-ktub-uu” tidak
mempunyai morfem (baik bebas maupun terikat) yang bisa menyatakan kala. Baik
“katab-uu” dan “ya-ktub-uu” hanya mengandung gender, persona dan number saja.
Jadi menurut ABC afiksasi pada perfectif (madhi) dan imperfectif (mudhori’) ini
hanya untuk kesesuaian saja.
Untuk mendukung argumentasi ABC bahwa morfem dalam bahasa Arab itu
abstrak, mereka mengambil contoh penggunaan kata “laysa” dan “laazalaa”
Contoh :
-
Laysuu
fiil baiti (mereka tidak di rumah).
-
Lazaala
fiil baiti (mereka ada di rumah).
Pada contoh 2 kalimat tersebut sama-sama menunjukkan waktu sekarang
atau “present” walaupun morfem yang dipakai (menurut orang Arab) adalah fi’il
maadhi (laysa dan laazalaa) yang sudah umum dikenal untuk menyatakan lampau.
Dalam buku The Syntax of Arabic, istilah fi’il maadhi disebut dengan morfem
ditambah suffix sedangkan fi’il mudhari morfem ditambah prefix dan suffix. Menurut ABC, dari contoh tersebut tidak semua
kalimat yang menggunakan fi’il maadi itu bisa menyatakan kala lampau. Dan juga
menambahkan kala lampau pada bahasa Arab tidak bisa dinyatakan dengan melodi
vocal (bunyi akhiran kata, harakat akhir). Poin ini didukung oleh argument dari
McCarthy (1979). Mereka menyatakan bahwa ‘laysa’ dan ‘laazalaa’ adalah partikel
negatif aspektual (aksionalitas) yang sama dengan melodi vocal hollow verb
(fi’il ajwaf).
Dari contoh “yi-ktib-uu” (fi’il mudhaari pada dialek Mesir) bisa
diambil kesimpulan bahwa fi’il mudhari secara morfologi tidak bisa menyatakan
suatu kala. Menariknya, beberapa dialek Arab modern dikembangkan sebagai
aspectual morfem yang digunakan dalam
bentuk mudharii bisa menyatakan aspectual yang berbeda. Misalnya prefix ‘ta’ di
Maroko, ‘am’ di Lebanon, ‘bi’ di Mesir. Contoh :
Bi-yi-ktib-uu
(they are writing).
Prefix ‘bi’ menunjukkan kala yang
berarti perbuatan itu sedang dilakukan.
Dari contoh ini menguatkan argument bahwa fi’il mudhari tidak bisa
digunakan untuk menyatakan kala. Kesimpulannya kala yang dirumuskan dengan ‘T’
dan penambahan afiksasi hanya merefleksikan fitur kesesuaian saja. Namun ada
perbedaan yang krusial antara fi’il maadhi dan mudhaari dalam verba morfologi.
Sebagai catatan :
1.
Pada
fi’il maadhi hanya terdapat suffiks dan pada fi’il mudhaari terdapat prefix dan
suffix sekaligus.
Sebagai analisis pada ketidaksamaan antara kedua jenis tersebut
(fi’il maadhi dan mudhaari) bahwa pada ‘T’ pada bahasa Arab memerlukan dukungan
kala secara leksikal (ada penambahan kata yang merujuk pada waktu, misal :
sekarang, tadi, kemarin, dll).
Berdasarkan argument tersebut, penulis jurnal (Osamah Sultan)
mendiskusikan hal-hal di bawah ini :
Fakta pertama, perbedaan pada perfektif (fi’il maadhi) dan
imperfektif (fi’il mudhori) ada pada afiksasinya. Pada perfektif hanya terdapat
suffix sedangkan imperfektif terdapat prefix dan suffix sekaligus. Namun, di
sini muncul pertanyaan. Khususnya pada imperfektif yang dikatakan memiliki
prefix dan suffix. Fitur gender dan numeral ini muncul sebagai prefix pada
imperfektif “a-drus-u” dan “na-drus-u” jika kita meninjau kembali pada masalah
empiris jika datang pada bentuk negasi dan aspectual seperti yang dijelaskan
pada contoh sebelumnya dan merujuk pada argument ABC bahwa perfektif verb
secara morfologi tidak bisa menunjukkan kala. Jika demikian, kita tidak bisa
berharap pada konsep T (morfem abstrak), tapi ini adalah masalah pada analisis
ABC yang hanya memperhatikan penambahan suffix (pada fi’il maadhi) dan
prefix-suffix (pada fi’il mudhari) secara morfologi.
Fakta kedua, merujuk pada argumentasi ABC untuk distingtion
derivasional antara kalimat past tense dan present tense timbul dari ekspresi
idiomatic atau sesuai kehendak Tuhan. Dari observasi tersebut bahwa idiom
diekspresikan dalam bentuk perfektif yang terdiri dari V lalu S, namun bisa
juga dengan imperfektif yang didahului S lalu V. Contoh :
Rahimahu Allah (May God Bless you).
Allahu yarhamu (May God Bless him)
Namun ternyata ada pola idiom yang berlawanan, bahwa untuk perfektif bisa terdiri dari S lalu V, dan
untuk imperfektif di awali V lalu S. Contoh :
Yarhamu-kum-Allah
(God Bless you)
Rabb-i-naa taawallah
(God took care of him).
Jadi analisis ABC tidak bisa mengakomodasi kasus ini.
Fakta empiris ketiga bahwa argument ABC yang menyatakan bahwa
bahasa Arab bukan bahasa berkala. Hal ini perlu dibuktikan dengan memberi
contoh kalimat negasi dari bahasa Arab Standard dan bahasa Arab dialektis
mesir, contoh :
Umar maa katab
il-gawaab (Umar did not write the letter)
Umar mis katab
il-gawaab (Umar did not write the letter)
Maa bi-yiktib (He
doesn’t write / He is not writing).
Mis bi-yiktib (He
doesn’t write / He is not writing).
Dari contoh kalimat-kalimat negasi tersebut ternyata baik perfektif
maupun imperfektif menunjukkan kala ketika dalam keadaan negasi.
Fakta empiris yang terakhir dari argumentasi ABC datang dari fakta
bahwa bahasa Arab Dialektis bisa disebut juga kalimat kopular tanpa verba dalam
present tense. Contoh kalimat yang tidak menggunakan verba :
Ahmad doktoor (Ahmad
is doctor)
Ahmad ta’ban (Ahmad
is tired)
Ahmad fill bait
(Ahmad is at home).
Di bawah asumsi ABC bahwa present tense tidak selalu spesifik
dengan verba. Verba tambahan tidak dibutuhkan. Struktur ini menunjukkan kalimat
imperfektif verbless atau tanpa verba. Namun pada perfektif perlu ditambahkan
Verb, contoh :
Ahmad kaana doktoor
(Ahmad was doctor)
Ahmad kaana ta’ban
(Ahmad was tired)
Ahmad kaana fill
bait (Ahmad was at home).
Singkatnya penulis jurnal setuju dengan argument ABC bahwa ada
distintion antara perfektif dan imperfektif dalam bahasa Arab Dialektis, namun
tidak dihitung sebagai fitur pada T (morfem abstrak). Juga beberapa argument empiris
ABC mendukung analisis bahasa Arab lintas Dialek. Penulis jurnal percaya pada
pandangan utama ABC bahwa bentuk kata kerja lampau menempati posisi yang lebih
tinggi disbanding kata kerja present. ABC secara eksplisit menyatakan bahwa
perfektif di berada dalam aturan T atau morfem abstrak (fi’il maadhi tidak bisa
menyatakan kala), mereka tidak mengindikasikan di mana imperfektif itu
dinyatakan.
Ada begitu banyak perdebatan yang panjang tentang masalah bagaimana
aplikasi perfektif dan imperfektif ini dalam menyatakan kala. Namun pada kajian
bahasa Arab secara tradisional, perfektif maupun imperfektif sudah bisa
menyatakan kala.
Apa yang dikemukaan oleh ABC adalah varian angka-angka, padahal
bukan itu. Pada level konseptual, ini adalah hubungan antara past dan non past
T terhadap ketersediaan fitur-fitur, pada bahan-bahan struktur yang bisa di
observasi.
Pada level empiris, manfaat dari analisis yang diuraikan di sini
adalah tidak hanya pada fakta-fakta empiris yang didiskusikan oleh ABC. Pertama
adanya kehendak Tuhan dalam idiom dengan menggunakan perfektif dan imperfektif
dalam bentuk pergantian SV maupun VS yang diharapkan. Kedua adanya kejelasan pada kopula pada
kalimat seperti itu juga pada perkiraan di bawah asumsi struktur yang memiliki
Aspectual Projection. Ketiga, pola-pola kalimat
negasi menjadi bukti dalam bahasa Arab Dialektis modern yang bisa juga
diprediksi.
Pada akhirnya, perbedaan bentuk perfektif dan imperfektif yang
telah dibahas adalah cara untuk menuju fitur-fitur kalimat persetujuan yang
diungkapkan dengan cara yang paling mudah untuk dimengerti dalam morfologi dari
pada dalam terms sintaksis.
Singkatnya, apa yang diungkapkan oleh ABC dalam analisisnya
terhadap struktur klausa adalah benar. Satu aturan tentang Aspektual yang bisa
dipertimbangkan dalam bahasa, dalam wilayah fakta-fakta empiris yang masih
mereka pertimbangkan. Tetapi tanpa perlu digunakan dalam kategori fitur-fitur
dan tanpa melihat masalah perilaku idiom yang berkaitan dengan argument ini,
pola kalimat negasi, kalimat tanpa verb atau morfologi negative dan partikel aspektual.
2 comments:
http://linguistics-journal.blogspot.com/ visit this site to get the latest journal review on the linguistic field. kumpulan review jurnal linguistik terbaru!
http://linguistics-journal.blogspot.com/ visit this site to get the latest journal review on the linguistic field. kumpulan review jurnal linguistik terbaru.
Post a Comment