Pandangan Masyarakat Arab terhadap Nilai-Nilai Dasar Kemanusiaan
Oleh
Ririn
Widiyastuti
Mahasiswi
Sastra Arab, Universitas Al-Azhar Indonesia
Abstract
Manusia
adalah makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Ia memiliki akal dan hawa nafsu
yang saling tarik-menarik setiap saat. Baik dan buruknya tindakan manusia
disebabkan mendominasinya salah satu dari dua hal ini. Kemampuan manusia untuk
membedakannya memunculkan sebuah nilai. Nilai-nilai inilah yang akan mewarnai
kepribadian, peradaban dan kebudayaan masyarakat Arab.
Kata
kunci : nilai, manusia, kepribadian
Pendahuluan
Pada
hakikatnya, makhluk ciptaan Allah Aza wa Jalla yang diamanahkan menjadi
khalifah di muka bumi ini yakni manusia, memiliki berbagai macam keistimewaan
tersendiri dalam dirinya yang berbeda dengan makhluk lain. Keistimewaan
tersebut adalah akal dan hawa nafsu.
Tidak seperti malaikat yang hanya memiliki
akal yang selalu tunduk dengan perintah Allah Azza wa Jalla, atau seperti
binatang yang hanya memiliki hawa nafsu di mana hidupnya hanya untuk memuaskan
dirinya saja, manusia memiliki keduanya. Dengan akal, manusia bisa membedakan
mana yang benar dan salah, dan dengan hawa nafsu manusia bisa memutar balikkan
keduanya.
Daya
tarik-menarik antara akal dan hawa nafsu adalah ciri unik manusia. Bahkan ada
perkataan jika manusia mampu mengalahkan hawa nafsu, derajatnya bisa
mengungguli malaikat. Juga sebaliknya, jika selalu kalah dan menuruti hawa
nafsu, derajatnya bisa turun di bawah derajat binatang.
Kemampuan
untuk membedakan baik dan buruk, benar dan salah yang ada dalam diri manusia
kemudian teraplikasikan dalam kehidupannya khususnya kehidupan bermasyarakat
akan muncullah sesuatu yang disebut dengan nilai. Nilai-nilai ini kemudian
disepakati dan diakui demi terjaganya keharmonisan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Nilai-nilai
Dasar Kemanusiaan
Dalam menjaga keberlangsungan hidupnya, manusia selalu berfikir dan
berinovasi untuk menciptakan lingkungan kehidupan yang baik dan harmonis.
Keharmonisasian ini perlu dijaga baik dengan alam maupun dengan sesama manusia
agar tercipta keselarasan yang bisa melestarikan apa yang dijaga dan
diperjuangkan manusia oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berkenaan dengan usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk menjaga
keharmonisan baik dengan alam maupun dengan manusia, tejadilah
interaksi-interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia dengan alam maupun
dengan sesama manusia. Dari interaksi-interaksi inilah manusia menemukan sebuah
nilai. Nilai adalah sifat dan kualitas yang membuat manusia tertarik kepadanya
(Fuad, Fokky:2012).
Seiring berlalunya waktu, manusia menemukan bahwa nilai itu beragam
jenisnya. Mulai dari yang dasar. Nilai dasar adalah nilai yang mengandung
hakikat intisari atau esensial (Fuad, Fokky:2012). Jadi nilai dasar manusia
adalah nilai yang mengandung hakikat intisari manusia, hakikat kebutuhan
batiniyah yang ada pada manusia.
Intisari atau esensial jiwa manusia bisa tercermin dalam
kepribadiannya. Kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang
menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia
(koentjaraningrat:2009). Dalam kepribadian ini terdapat tiga unsur yang menjadi
intinya, yakni pengetahuan, perasaan dan dorongan naluri.
Unsur-unsur
ini sudah melekat pada manusia dan harus dipenuhi serta tidak boleh ada yang
mencegah manusia mendapatkan unsur-unsur ini dalam hidupnya. Apabila
unsur-unsur ini tidak terpenuhi maka dapat menghancurkan hidup manusia, baik
individual maupun kolektif. Dorongan naluri dapat dicapai dengan pengetahuan, pengetahuan
akan menunjukkan bagaimana cara untuk memenuhi dorongan tersebut dengan jalan
yang benar sehingga bisa memuaskan perasaannya sendiri dan menjaga perasaan
orang lain.
Dari
teori nilai dasar manusia inilah Hak Asasi Manusia dibuat. Lahirlah Piagam
Magna Charta. Dalam piagam ini disebutkan banyak sekali hak-hak manusia yang
harus dijaga oleh semua manusia. Dari lahirnya Magna Charta inilah, dunia mulai
menyadari pentingnya HAM bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali.
Untuk
bisa menyimpulkan nilai dasar yang ada dalam diri manusia, harus melihat
nilai-nilai ini dalam bentuk dua dimensi. Dimensi pertama adalah faktor-faktor pembangun atau pembentuknya, yakni
terbentuknya suatu nilai karena adanya 5 hakikat utama pada manusia yaitu
hakikat hidup manusia, hakikat karya manusia, hakikat kedudukan manusia dalam
ruang dan waktu, hakikat hubungan manusia dengan alam serta hakikat manusia
dengan sesamanya (Kluckhon:1962).
Dimensi
yang kedua adalah dari segi bentuknya. Pada dimensi bentuk ini, nilai diklasifikasikan
menjadi 3 bagian yaitu pertama nilai material (yaitu segala sesuatu yang
berguna bagi unsur manusia). Kedua nilai Vital (segala sesuatu yang berguna
bagi manusia untuk daya untuk mengadakan kegiatan atau aktifitas). Ketiga
adalah nilai Kerohanian (segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia). Pada
bagian ketiga atau nilai kerohanian, terbagi lagi menjadi empat macam yakni
nilai logika (benar yang salah), nilai estetika (nilai indah dan tidak indah),
nilai moral (baik dan tidak) dan terakhir nilai religious.
Pandangan
Masyarakat Arab terhadap Nilai Dasar Kemanusiaan.
Kondisi alam di Arab yang tidak
bersahabat, telah membentuk karakter dan kepribadian masyarakatnya. Masyarakat
Arab memiliki karakter-karakter yang kuat yang berbeda dari bangsa-bangsa lain
di seluruh penjuru dunia.
Pandangan masyarakat Arab terhadap
nilai, jika dilihat dari nilai dalam pandangan filsafat :
1.
Logika.
Ukuran benar dan salah dalam masyarakat Arab, sangat dipengaruhi
oleh pemikiran mereka yang sudah sangat terkontaminasi dengan
kepercayaan-kepercayaan yang mereka anut dari nenek moyang mereka. Khususnya
masyarakat Arab pra-Islam. Pada masa islam, tolak ukur tersebut tergeser oleh
pandangan islam. Namun, nilai-nilai benar dan salah yang berdasarkan
kepercayaan yang dulu masih tetap ada.
2.
Estetika
Ukuran indah dan tidak indah tak luput dari pemikiran mereka yang
telah terkontaminasi itu. Khususnya kondisi kehidupan mereka yang sangat
minimalis dan primitif. Serta kondisi alam yang monoton membuat daya imajinasi
dan estetika mereka juga sangat sederhana. Hal itu terlihat dari arsitektur
bangunan yang sangat sederhana, tidak ada hiasan-hiasan apapun, gaya hidup
mereka dan isi bait-bait syairyang terbatas hanya pada menggambarkan perasaan
mereka terhadap apa yang mereka lihat. Tidak ada cita rasa yang lebih jika
dibandingkan dengan arsitektur, gaya hidup bangsa-bangsa lain.
Karya-karya mereka terbatas hanya pada nilai fungsi. Jika itu
berfungsi dengan baik, maka berhentilah pekerjaannya. Tidak ada rasa atau
keinginan untuk memperindahnya.
3.
Etika
Dalam ranah etika, kerasnya
kehidupan yang mereka jalani membuat watak mereka kasar dan keras. Sebagian
besar dari mereka pun tidak banyak mengindahkan etika-etika yang berlaku di
masyarakat lain. Mereka akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang mereka
inginkan demi mempertahankan hidupnya. Walaupun harus dengan kekerasan bahkan
membunuh.
Namun di sisi lain, kerasnya
kehidupan membuat mereka saling bersekutu dengan suku lain untuk bekerja sama
dalam memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidup. Antar anggota suku yang
bersekutu memiliki hubungan yang baik dan nilai-nilai etika mulai diperhatikan
di ranah ini.
Daftar
Pustaka
Fuad, Dr. Fokky, Jumanta Hamdayana, M. Si, Heri Herdiawanto, S.
Pd., M. Si. Pancasila, Suatu Analisis Yuridis, Historis dan Filosofis.2012.
Jakarta: Hartomo Media Pustaka
Hitty, Philip. History of the Arabs.2010. Jakarta : PT
Serambi Ilmu Semesta
Koentjaraningrat, Prof. Dr. Pengantar Ilmu Antropologi.2009.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwono, Sarlito W. Pengantar Umum Psikologi.2003.Jakarta:
Bulan Bintang.
Tilaar, Prof. Dr. H. A. R.,dkk. Dimensi-dimensi HAM Dalam
Kurikulum Persekolahan Indonesia.2001.Bandung : PT. Alumni
0 comments:
Post a Comment