Tema : Kisruh Politik dan Nasib Rakyat
Demokrasi yang selama digembar-gemborkan para ‘kaisar’ negara bisa membenahi
dan membawa bumi nusantara menjadi lebih baik, kini nampak hanya bualan semata.
Sistem yang konon bisa mempersatukan kaum elit politik dan kaum sipil, kini
nyata hanya mimpi belaka. Luka yang selama ini bersarang tepat di jantung ibu
pertiwi semakin terbuka. Menjadi penyakit menahun masa demi masa. Hal yang
nyaris bisa kita rasa dalam tiap periode kepemimpinan para presiden kita.
Berawal dari rezim Soekarno yang diktator-otorianisme
berlabel Demokrasi Terpimpin yang menjalankan roda pemerintahan
pribadi dengan sangat otoriter dan sentralistik. Kemudian beralih ke rezim
Soeharto dengan Orde Baru-nya berhasil membangun dinasti politik berjubah
Demokrasi Pancasila. Keduanya gagal membangun sistem tata negara dan politik
yang apik.
Habibie, kaisar demokrasi Indonesia selanjutnya
yang dipandang representasi dari kaum sipil dan elemen berkekuatan islam pun
gagal menata kisruh politik di era kekaisarannya. Terlebih Gus Dur dan Megawati
yang dipandang kurang lincah dan tanggap untuk memainkan peran ‘kaisar’ di Indonesia,.
Dikarenakan minimnya pengalaman terjun langsung dalam lebatnya belantara
perpolitikan nusantara, lantaran keduanya seolah ‘disingkirkan’ dalam taman
bermain tersebut pada era Soeharto.
SBY yang bernafas agak panjang saat memimpin
Republik ini sedikit dapat memperbaiki kondisi walaupun tidak semua sisi.
Beliau dengan segenap pasukan KPK-nya berjihad dalam perang suci melawan KKN
dan membuat kaum elit politik kelabakan. Namun, perang suci ini justru
dihambat (baca:dihentikan) oleh bawahan dan lawan politiknya melalui berbagai
jalur. Diantaranya jalur eksekutif, legislative, orpol, ormas, hingga media.
Sehingga menyulitkan SBY menyentuh mereka secara hukum.
Kini Jokowi tampil sebagai kaisar baru.
Gelanggang politik semakin panas. Belum setahun menjadi pemimpin negeri, ia
menembakkan beberapa kebijakan yang justru membuat hati rakyat memanas. Tokoh
yang diyakini sebagai ‘Satria Piningit’ ini justru berubah menjadi sosok ‘
Batara Kala’ hanya dalam sekejap. Kekacauan politik semakin erat mendekap.
Mafia politik dan ekonomi semakin sulit di tangkap. Para tersangka yang
ditangkap pun bebas dalam sekejap.
Demokrasi dengan segala macam jenisnya yang telah
diterapkan di bumi pertiwi ini belum juga mampu membuat rakyat sejahtera.
Sistem yang seharusnya bisa mengharmoniskan hubungan kaum elit politik dan kaum
sipil ini justru malah sebaliknya, hanya menjadikan mereka lahan garapan kaum
elit politik untuk mensejahterakan diri dan fraksinya dengan menempuh segala
cara. Meskipun dengan saling menghujat dan menjatuhkan antar fraksi, KKN,
bahkan memanipulasi partisipan sendiri dengan rayuan gombal yang diumbar dengan
mesra. Dianggapnya kaum sipil hanya sapi perah sarana pemuas dahaga politik
nya, lalu membiarkan mereka sengsara.
Rakyat semakin menderita, kesejahteraan yang
selalu dijanji-janjikan semakin jauh dari pelupuk mata. Kaum elit politik sibuk
memperebutkan harta dan tahta bahkan wanita. Luka lama ibu pertiwi kembali
menganga dan selalu terbuka. Bahkan semakin dalam terasa. Ibu pertiwi
merindukan dan menanti harapan yang nyata akan kehadiran sang ‘putra mahkota’
yang bisa menyembuhkan duka nestapanya.
0 comments:
Post a Comment