About This Blog

Our Blogger Templates Web Design

Pink Diamond
RSS

Wayang, Kajian Kebudayaan



1.      Kajian Kebudayaan

A.    Wayang sebagai artefak budaya.


Salah satu wujud dari kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah artefak atau benda fisik. Di sini kita melihat wayang adalah hasil kerajinan tangan masyarakat pada saat itu dan mencerminkan kecerdasan mereka dalam mendesain wayang-wayang yang unik bahkan ada beberapa yang mirip dengan aslinya. Mereka bahkan menggunakannya sebagai hiburan, prasasti untuk orang-orang yang mereka agungkan, bahkan melahirkan karya sastra tertulis (cerita, novel dll) menggunakan media wayang atau mengambil inspirasi dari salah satu tokoh wayang. Dan dibeberapa suku menggunakannya dalam upacara-upacara adat (pernikahan, kematian, ritual agama dll) dan lambat laun ini membudaya hingga kini.

B.     Wayang bukti Asimilasi Budaya.


Koleksi-koleksi wayang yang ada di museum ini secara tidak langsung mencerminkan proses asimilasi budaya pada masyarakat di masanya. Asimilasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “penyesuaian” atau “peleburan”. Dalam istilah di kebudayaan bab pengenalan budaya asing berarti “Proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran”.
Asimilasi pada wayang ini terbukti dengan adanya wayang bertema Belanda dan China. Keberadaan wayang dengan ciri khas kedua negara tersebut menunjukkan adanya kehadiran mereka di nusantara ini. Wayang pada umumnya berbentuk khas masyarakat nusantara. Namun ketika zaman kolonialisme belanda yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama kurang lebih 3,5 abad memungkinkan terjadinya asimilasi budaya. Bahkan mungkin asimilasi tidak hanya dalam bidang budaya. Begitu pula dengan adanya wayang bertema China, menandakan bahwa masyarakat China sudah menjalin hubungan dengan Indonesia dan berimigrasi untuk selanjutnya hidup bersama masyarakat pribumi, dan proses asimilasipun terjadi.

C.    Wayang sebagai Media Dakwah Islam.


Islam masuk ke nusantara di awal abad ke-14 dimana pada saat itu pengaruh agama hindu - budha, kepercayaan animisme - dinamisme masih sangat kuat. Tentu akan sulit mengislamkan mereka jika tidak melalui pendekatan budaya setempat. Salah satu pendekatan budaya yang dipakai oleh ulama-ulama nusantara khususnya di pulau jawa adalah melalui kesenian wayang dan metode dakwah ini terbukti sangat efektif. Dalam pementasan wayang, masyarakat disyaratkan untuk mengucapkan kalimat syahadat, dengan ini masyarakat terislamkan tanpa mereka sadari. Lalu dalam pementasannya dimasukkan nilai-nilai keislaman dalam ceritanya yang dapat dengan mudah dicerna masyarakat sehingga masyarakat dapat menerima lalu berkeinginan belajar islam lebih dalam hingga mereka menerima dan mengakui islam sebagai agamanya.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama  Islam di tanah Jawa pada abad ke-17. Mereka menyebarkan agama islam menggunakan berbagai sarana..Salah satu sarana yang mereka gunakan sebagai media dakwah mereka adalah wayang.
Kesenian wayang kulit telah mendarah daging pada masyarakat Indonesia (khususnya Jawa dan Bali) sehingga sulit untuk menghilangkan dan menggantinya dengan kebudayaan Islam. Karena kesulitan untuk menghilangkan sesuatu yang telah melekat di dalam hati, maka para Wali Songo tidak kehilangan akal. Agar dakwah yang mereka lakukan berjalan lancar, maka salah satu cara yang ditempuhnya adalah dengan cara memasukkan ajaran Islam ke dalam pertunjukan wayang kulit.

            Sunan Kalijaga mementaskan Wayang kulit dengan cerita dan dialog sekitar Tasawuf dan akhlaqul karimah, untuk melemahkan masyarakat yang pada waktu itu beragama Hindu dan Budha yang ajarannya berpusat pada kebatinan. Pada masa itu saat Majapahit masih cukup berkuasa, Sunan Kalijaga berusaha memasukan unsur-unsur Islam yang kompleks dalam kisah pewayangan yang sudah mendarah daging di kalangan penduduk Majapahit. Dengan melakonkan cerita Mahabarata, para mubaligh dapat memasukkan unsur-unsur sendi kepercayaan atau aqidah, ibadah dan juga akhlaqul-karimah. Sehingga pada masa itu wayang dijadikan sebuah alat metode dakwah Islam oleh para wali dan mubaligh dengan tujuan supaya pengikut agama Islam bertambah banyak khususnya di wilayah Jawa.
Dalam hal esensi yang disampaikan dalam cerita-ceritanya tentunya disisipkan unsur-unsur moral ke-Islaman. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaran-ajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment

Followers

Search

Pages

Blogger templates

Blogger news

Social Media Sharing by CB Bloggerz

Visitors

AmazingCounters.com

Blogroll

BlogBlogs

Listen to Quran